Minggu, 31 Juli 2022

Puisi Kurikulum Merdeka

 MERDEKA BELAJAR

 Karya : Dina Wardani, S.Pd


Untuk mu bapak Pendidikan

Terimakasih telah membimbing

Hingga kini...

Meski engkau telah pergi..

        Untuk memerdekakan kami

        Anak didik dan guru

        Membuka wawasan dan hati nurani kami

        Karena kami bukan mencetak produk mati

                    Kami mencetak profil manusia

                    Menjadi pembelajar sepanjang hayat

                    Berinovasi kreatif merancang pembelajaran

                    Saling menopang berkolaborasi

                    Demi generasi pelajar pancasila

        Merdekalah anak-anakku

        Belajarlah sesuai keinginanmu

        Jadilah mampu dalam kodrat alam dan zamanmu

        Percaya diri dalam langkahmu

                        Kami ada sebagai inspirasimu

                        kan sejajarkan langkah menuntunmu

                        majulah anakku, kau pasti bisa..!

        Mari bersama menyembuhkan negeri ini

        Mari bersama menjadi kuat demi negeri ini

        Bersama kita hebat bersama kita kuat

        Dalam Bhineka Tunggal Ika


Bengkulu Utara, 31 Juli 2022

Jumat, 29 Juli 2022

DIA YANG KURINDU

 Yusuf

Yusuf... sayangku...
Bukan dekapan mama yang mampu menghangatkan mu nak..
Hanya pelukanNya yang kau inginkan.

Bukan air susu mama yang engkau dahagakan sayang...
Tapi sungai susu di surga...

Ah tapi kau genit sekali sayang...
Bukan mama papa yang kau rindukan
Tapi tujuh bidadari disana, ya kan...?

Mungkin tak layak dunia ini untukmu nak..
Terlalu kotor untuk jiwamu yang suci
Jika Dia tak rela engkau berlumur dosa bersama mama dan papa...
Mama ikhlas nak...
Damailah nak... Sayangku...

Lelaplah dalam buaian terhangat disana
Biar kerinduan mama dan papa simpan
Hingga suatu saat nanti kita bersama kembali..

Jangan nakal ya...

Peluk cium dari mama dan papa

****
Puisi ini dibuat tanggal 9 April 2011, tepat 5 hari setelah kelahiran sekaligus kematian ananda Yusuf, putra pertamaku. Al Fatihah...






RAMADHAN AKU RINDU

 RAMADHAN INDAH

Ramadhan, meskipun sama dengan nama mantan, namun Ramadhan ini jauh lebih baik, karena Mas Ramadhan tak akan Kembali, tapi Bulan Ramadhan pasti Kembali. Ramadhan bulan penuh berkah, penuh ampunan yang sangat aku rindukan. Salah jika aku menyamakan Mas Ramadhan dengan Bulan Ramadhan, karena keduanya sangat jelas berbeda. 

Di usiaku yang hampir setengah abad, peringatan dari allah pun sudah aku terima, berawal dari wajah yang mulai mengeriput, rambut yang warnanya mulai mendua, angka kolesterol, asam urat, dan darah tinggi yang seperti roller coaster, dan sendi sendi yang olinya bocor entah kemana. 

Dosaku menggunung, lebih tinggi dari pada puncak Jaya Wijaya, yang tak akan berkurang tingginya karena dosaku tak sejernih salju disana. Bahkan mungkin saat ini tanpa kusadari bertambah pula tingginya dosaku seperti berat badanku ini. Seperti darah dalam tubuhku, dosaku mengalir dalam setiap sel-sel yang kumiliki, bahkan setiap sel tubuhku pernah melakukan dosa, Astagfirullahaladzim…

Dalam sholat kulantunkan doa memohon pengampunan, atas dosa-dosaku. Jika Allah kehendaki, masih banyak yang ingin aku capai, ke tanah suci yang sangat aku dambakan, dan juga bertemu Ramadhan tahun depan. Bukan bertemu mas Ramadhan, karena dia sudah haram bagiku, meskipun dulu aku pernah berdosa dengan merindunya, tapi kini Bulan Ramadhan yang ku rindu. 

Aku pernah merasakan Ramadhan di dua pulau berbeda, dengan kadar iman yang berbeda. Dulu saat masih belum mengerti ilmu agama, aku berramadhan di pulau yang memiliki nama hanya dua suku kata disaat aku menuntut ilmu disana. Lingkungan dan keluarga yang sama-sama minim agama, tak ada riuh gegap gempita yang kurasa, tak ada haru biru di dalam hatiku, tak ada kemenangan yang diraih. Bahkan takjil pun terasa hambar, meskipun berpuasa. Aku mampu membandingkan karena masa kecil dan tuaku ini aku di pulau besar paling barat Indonesia, meskipun kami di desa, jauh dari fasilitas apik di kota, benar-benar terasa Ramadhan datang menjelang dan ketika Ramadhan pergi. Bahkan takjil pun terasa lebih manis dan legit disini.

Aku mengerti, dulu aku belum takut dosa, masih berlomba menumpuk dosa, memenuhi nafsu dunia dengan segala fasilitas yang ada. Penyesalan memang datang belakangan, dosaku terlanjur berlimpah ruah dan menggunung. Andai kutuliskan dosaku ini satu persatu, mungkin aku mampu menulis buku darinya.

Masih lama Ramadhan datang, tapi kerinduan ini tak mampu ku ucapkan. Hanya memohon pada Allah agar memantaskan aku untuk melewati Ramadhan tahun depan. Ya.. jujur di usia ini, kematian terasa begitu dekat. Kabar duka dari rekan-rekan sebaya mulai menghantui. Siapa yang tidak takut mati? Aku takut mati, takut dosaku tak terampuni, takut aku akan lama di neraka hingga lama lagi aku akan bertemu putraku yang sudah di surga. 

Waktu masih kecil dulu, saat Ramadhan yang paling aku rindukan adalah takjilnya, agak gede sedikit adalah saat dibelikan baju barunya. Agak remaja yang kurindukan adalah ngabuburitnya, dan makin dewasa sekarang yang kurindukan adalah semuanya, maksudnya adalah keseluruhan dari masa Ramadhan itu, ya takjil, ya ngabuburitnya, ya tadarusnya, ya sholat tarawihnya. Hanya satu yang berbeda, sekarang giliranku membelikan baju baru untuk anak-anakku dan orang tuaku. 

Ya Allah.. panjangkan usiaku hingga cukup waktu untukku berbenah diri, jumpakan aku dengan Ramadhan-ramadhan yang akan datang. Seakan belum bisa move on dari Ramadhan tahun lalu, meski sederhana namun sarat akan makna. Bagiku Ramadhan seakan semester pendek untuk memperbaiki nilai hidupku, mengulang kembali pelajaran hidup yang tahun lalu sempat ternilai cukup, bahkan gagal. Sungguh Allah maha segalanya, 

Limpahan rahmatnya sungguh luar biasa, lika liku kehidupan aku jalani sebagai aktor dari skenario sang Pemilik Hidup. Di usiaku sekarang yang hampir setengah abad, aku sudah kehilangan dua orang yang aku kasihi, yang pertama adalah kakak kandungku, yang kini meninggalkan putra satu-satunya sebagai yatim piatu, kedua yaitu anak laki-laki pertamaku, Yusuf, kunamakan dia sebagai lelaki tampan yang menghuni surga. Tapi syukur tak terhingga aku panjatkan pada Allah, aku masih bisa merasakan kebersamaan dengan kedua orang tuaku yang masih sehat, adikku satu-satunya, suami dan anak-anak ku yang lain yang sehat dan bahagia. 

Seringkali kita mengeluh pada banyaknya kesedihan kita, dan melupakan apa yang masih kita miliki. Melihat keatas pada orang yang memiliki nikmat lebih daripada yang kita miiki hingga melupakan melihat kebawah pada orang yang memiliki kesusahan lebih dari yang kita miliki. Pernahkah? Ya, pernah aku alami. Menghujat sang Khalik, meminta keadilan, kebaikan sesuai apa yang aku inginkan. Hingga Allah menegurku dengan begitu hebat. Kepergian kakak yang aku kasihi, kehilangan pekerjaan yang aku inginkan, kehilangan putra pertama kami, awal penikahan dengan ekonomi yang betul-betul nol, lingkungan yang toksik, membuat tekanan hidup begitu kuat.

Sempat aku mempertanyakan apa yang membuatku pantas mendapatkannya, merasakannya, hingga akhirnya aku memahami makna dari sebuah perjalanan. Harga sebuah makna dari keihklasan, kebesaran hati dan kedamaian jiwa yang setiap saat aku gumamkan dalam doa, Allah jawab dengan begitu indahnya dengan menunjukkan secara gamblang padaku yang tak paham dengan makna tersirat. Keihlasan tak akan pernah kita pahami sebelum kita kehilangan, kebesaran hati tak akan pernah kita pahami sebelum kita kehilangan, kedamaian jiwa tak akan pernah kita pahami sebelum kita ikhlas dan berbesar hati. 

Ya Allah, sungguh indah sulaman yang Engkau tekatkan dalam kehidupanku, awalnya aku hanya melihat benang kusut kehidupanku tak karuan, maafkan aku ya Allah, karena hanya mampu melihat dari bawah, karena sekarang sesungguhnya sangat indah dan rapi, alhamdulillah. Semoga semakin menambah rasa syukurku akan nikmatMu, menambah khusuk ibadah menyukuri nikmatMu, semakin istiqomah dalam mendekatkan diri padaMu, semakin banyak sahabat-sahabat seiman yang menguatkan dan bersama-sama mencari jalan yang Engkau Ridhoi.

Ya Allah, tapi ada satu yang merisaukan hatiku, salahkan aku bila mengharapkan nikmatMu yang lebih lagi, aku ingin melihat ayahku bisa melaksanakan kewajiban lima waktu seperti yang Engkau wajibkan. Aku sangat menyayanginya, dialah cinta pertamaku, malaikat pelindungku. Dia telah meneteskan begitu banyak keringat dan air mata, serta doa yang tak kunjung usang dari bibirnya,, yang mengharap kebahagiaanku. 

Semoga Ramadhan tahun depan semakin membahagiakan, berikanlah hidayahMu padanya, lembutkanlah hatinya, bukakanlah pintu hatinya, luruskanlah hatinya, sesungguhnya Engkau yang Maha pembolak-balik hati kami. Sungguh aku tak ingin dia sengsara, tak ingin dia celaka, tak ingin dia sakit, jadikan beliau pemimpin keluarga yang Islami, sungguh hatinya baik ya Allah. Berharap beliau selalu sehat dipanjangkan usianya dan diberi hidayah ya Allah. Seperti kata seseorang, beliau sudah bisa mengaji kehidupan, hanya belum melakukan kewajiban lima waktu, semoga aku masih bisa merasakan nikmat keindahan datangnya hidayah padanya ya Allah ya Rahim..

Ya Rahman, panjangkanlah sisa umurku, muliakanlah orang tuaku, angkatlah derajat suamiku, sehatkanlah anak-anakku, jadikan mereka manusia yang berguna dan berakhlak mulia, karuniakanlah nikmat bertemu keindahan Ramadhan di tahun tahun yang akan datang.