Disiplin
Makna Kata Disiplin
Ketika mendengar kata “disiplin”, apa yang terbayang di
benak Anda? Apa yang terlintas di pikiran Anda? Kebanyakan orang akan
menghubungkan kata disiplin dengan tata tertib, teratur, dan kepatuhan pada
peraturan. Kata “disiplin” juga sering dihubungkan dengan hukuman,
padahal itu sungguh berbeda, karena belajar tentang disiplin positif tidak
harus dengan memberi hukuman, justru itu adalah salah satu alternatif terakhir
dan kalau perlu tidak digunakan sama sekali.
Dalam budaya kita, makna kata ‘disiplin’ dimaknai menjadi
sesuatu yang dilakukan seseorang pada orang lain untuk mendapatkan kepatuhan.
Kita cenderung menghubungkan kata ‘disiplin’ dengan ketidaknyamanan.
Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara menyatakan
bahwa
“dimana ada kemerdekaan, disitulah harus ada disiplin
yang kuat. Sungguhpun disiplin itu bersifat ”self discipline” yaitu kita
sendiri yang mewajibkan kita dengan sekeras-kerasnya, tetapi itu sama saja;
sebab jikalau kita tidak cakap melakukan self discipline, wajiblah penguasa
lain mendisiplin diri kita. Dan peraturan demikian itulah harus ada di dalam
suasana yang merdeka.
(Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka,
Cetakan Kelima, 2013, Halaman 470)
Disitu Ki Hajar menyatakan bahwa untuk mencapai kemerdekaan
atau dalam konteks pendidikan kita saat ini, untuk menciptakan murid yang
merdeka, syarat utamanya adalah harus ada disiplin yang kuat. Disiplin yang
dimaksud adalah disiplin diri, yang memiliki motivasi internal. Jika kita tidak
memiliki motivasi internal, maka kita memerlukan pihak lain untuk
mendisiplinkan kita atau motivasi eksternal, karena berasal dari luar, bukan
dari dalam diri kita sendiri.
Adapun definisi kata ‘merdeka’ menurut Ki Hajar
adalah:
mardika iku jarwanya, nora mung lepasing pangreh, nging
uga kuwat kuwasa amandiri priyangga (merdeka itu artinya; tidak hanya terlepas
dari perintah; akan tetapi juga cakap buat memerintah diri sendiri)
Pemikiran Ki Hajar ini sejalan dengan pandangan Diane Gossen
dalam bukunya Restructuring School Discipline, 2001. Diane menyatakan bahwa
arti dari kata disiplin berasal dari bahasa Latin, ‘disciplina’, yang artinya
‘belajar’. Kata ‘discipline’ juga berasal dari akar kata yang sama dengan
‘disciple’ atau murid/pengikut. Untuk menjadi seorang murid, atau pengikut,
seseorang harus paham betul alasan mengapa mereka mengikuti suatu aliran atau
ajaran tertentu, sehingga motivasi yang terbangun adalah motivasi intrinsik,
bukan ekstrinsik.
Diane juga menyatakan bahwa arti asli dari kata disiplin ini
juga berkonotasi dengan disiplin diri dari murid-murid Socrates dan Plato.
Disiplin diri dapat membuat seseorang menggali potensinya menuju kepada sebuah
tujuan, sesuatu yang dihargai dan bermakna. Dengan kata lain, disiplin
diri juga mempelajari bagaimana cara kita mengontrol diri, dan bagaimana
menguasai diri untuk memilih tindakan yang mengacu pada nilai-nilai yang kita
hargai.
Dengan kata lain, seseorang yang memiliki disiplin diri
berarti mereka bisa bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya karena
mereka mendasarkan tindakan mereka pada nilai-nilai kebajikan universal. Dalam
hal ini Ki Hajar menyatakan;
“...pertanggungjawaban atau verantwoordelijkheld itulah
selalu menjadi sisihannya hak atau kewajiban dari seseorang yang pegang
kekuasaan atau pimpinan dalam umumnya. Adapun artinya tidak lain ialah orang
tadi harus mempertanggungjawabkan dirinya serta tertibnya laku diri dari segala
hak dan kewajibannya.
(Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka,
Cetakan Kelima, 2013, Halaman 469)
Sebagai pendidik, tujuan kita adalah menciptakan anak-anak
yang memiliki disiplin diri sehingga mereka bisa berperilaku dengan mengacu
pada nilai-nilai kebajikan universal dan memiliki motivasi intrinsik, bukan
ekstrinsik.
Referensi:
Restitution: Restructuring School Discipline, Diane Chelsom Gossen, 2001, New
View Publications, North Canada.
Ki Hajar Dewantara; Pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka,2013,
UST-Press bekerjasama dengan Majelis Luhur Tamansiswa.